SANGATTA, KASAKKUSUK.com – Manajemen PT Pamapersada Nusantara (PAMA) Site Kaltim Prima Coal (KPC) melalui Kabag HC, Tri Rahmat menyampaikan klarifikasi terkait kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap operator Heri Irawan yang belakangan ini jadi sorotan.
Tri Rahmat menegaskan kasus PHK tersebut merupakan ranah internal perusahaan, berkaitan dengan pelanggaran disiplin pekerja dengan aktivitas karyawan sesuai tugas dan tanggung jawab posisinya.
“Mohon maaf sebelumnya. Bukan karena kami tidak mau konfirmasi, tapi lebih menekankan bahwa konteks tersebut ranah di internal perusahaan yang berkaitan dengan pelanggaran disiplin pekerja dalam kaitan dengan aktivitas pekerja dalam tugas dan tanggung jawab sesuai posisi pekerja,” tegas Tri Rahmat kepada wartawan dihubungi melalui pesan singkat WhatsApp pada Rabu, 8 Oktober 2025.
Dia bilang kasus PHK ini berbeda objeknya dengan persoalan penggunaan jam OPA (Operator Personal Assistant). “Jika dikaitkan dengan OPA, itu objek yang berbeda,” tuturnya.
Dia juga menanggapi pernyataan Operator PAMA, Heri Irawan sebelumnya mengaku dikenai sanksi skorsing PHK akibat penolakannya menggunakan jam tangan OPA.
Tri Rahmat bilang jam OPA hanyalah istilah untuk sebuah konsep keselamatan kerja.
“Secara konsep, karena kami sebagai kontraktor pertambangan tentunya berlandaskan pada prinsip keselamatan kerja. Yang penting dari istilah OPA tersebut lebih kepada upaya pencegahan terjadinya kecelakaan kerja,” beber Tri Rahmat.
Menurutnya, tools OPA diberikan kepada pekerja untuk dimanfaatkan dalam membantu mengukur kecukupan waktu istirahat pekerja. Sebelum operator bekerja mengoperasikan alat, akan diukur berapa lama pekerja tersebut beristirahat.
“Kalau tidak cukup ya akan tidak dipekerjakan. Kurang lebih seperti itu konsepnya, jadi kami rasa itu hal yang baik membantu pekerja dalam mendeteksi kecukupan waktu istirahatnya,” jelasnya.
Tak cuma itu, Tri Rahmat mengatakan jika pekerja tidak mau menggunakan jam OPA, maka tidak terukur waktu istirahatnya dan pasti akan standby. “Tapi apa iya akan standby terus menerus? Kan ya jadi tidak tepat,” katanya.
Terkait anjuran dari Dinas Transmigrasi dan Ketenagakerjaan (Distransnaker) Kutai Timur yang meminta PT PAMA untuk tidak melakukan PHK dalam pertemuan mediasi beberapa waktu lalu, Tri Rahmat menyatakan pihaknya akan merespons setelah menerima dokumen anjuran resmi dimaksud.
“Terkait hal tersebut kami tentunya akan menjawab setelah kami mendapat dokumen anjuran dari Disnaker. Karena menurut kami apapun nanti keputusannya tentunya sesuatu yang kami rasa benar sesuai dengan peraturan perusahaan yang berlaku dan sesuai dengan ketentuan perundangan,” paparnya.
Sebelumnya, pertemuan mediasi antara manajemen PT PAMA diwakili Dept Head IT/OPA, Zainul; Ketua Serikat Pekerja (SP) PT PAMA Site KPCS, Edi Nur Cahyono; dengan karyawan Heri Irawan di Distransnaker Kutai Timur berlangsung pada Sabtu, 30 September 2025 pukul 14.00-15.00 WITA berakhir tanpa kesepakatan.
Mediasi tripartit membahas keberatan Operator PAMA, Heri Irawan yang dikenai sanksi skorsing PHK oleh manajemen perusahaan lantaran menolak diberlakukannya jam OPA terhadap karyawan tertentu.
“Dalam pertemuan tadi, ada saran kepada manajemen untuk saya dipekerjakan kembali. Itu saja intinya. Sedangkan PAMA masih keukeuh tetap PHK dengan case ditujukan pada saya menolak jam OPA. Mereka menganggap saya menolak perintah perusahaan,” tegas Heri Irawan usai mengikuti mediasi.
Heri mengaku menolak penggunaan jam OPA terhadap karyawan karena dianggapnya sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Sebab, kata dia, penggunaan jam OPA di luar jam kerja dan tidak tercantum dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
“Pekerjaan ya pekerjaan, di rumah ya di rumah. Kalau masalah pekerjaan, saya akan taat pada aturan perusahaan, PKB, PP (Peraturan Perusahaan) dan apapun itu. Tapi ketika saya di luar, saya juga akan tunduk pada aturan undang-undang,” tegasnya kala itu.
Jika penggunaan jam OPA tetap diberlakukan dan statusnya sebagai karyawan dikenai sanksi skorsing PHK, Heri berencana membawa persoalan ini ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
“Kalau saya pribadi, saya tetap mau sampai ke pengadilan. Karena saya anggap saya benar. Makanya saya berdiri pada pendirian saya. Lagi pula, dalam PKB sama sekali tak diatur penggunaan jam OPA,” ucapnya. (qi/ute)