DaerahKorporasiNusantara

Karyawan Adukan PT PAMA Soal Jam OPA ke Pengawas Distransnaker

SANGATTA, KASAKKUSUK.com – Karyawan PT Pamapersada Nusantara (PAMA), Edi Purwanto akhirnya melayangkan surat pengaduan kepada Bidang Pengawasan Dinas Transmigrasi dan Ketenagakerjaan (Distransnaker) Kutai Timur pada Rabu siang, 8 Oktober 2025.

Dalam surat pengaduan dibuat karyawan bertugas sebagai operator pada Departemen Servis ini berisi tentang keberatan penggunaan jam tangan OPA (Operator Performance Assessment) di luar jam kerja. Sebab kebijakan tersebut dianggapnya melanggar hak privasi pekerja.

Dia mengaku menjadi korban penggunaan jam OPA lantaran diberi Surat Peringatan Ketiga (SP3) oleh perusahaan. Keluarnya SP3 tersebut, kata dia, lantaran pihak perusahaan menganggap dirinya lalai akibat waktu tidurnya kurang dari 5 jam 31 menit berdasarkan hasil record jam OPA.

“Sistem monitoring melalui jam tangan OPA yang memantau aktivitas kita mulai pukul 21.00 WITA hingga bangun tidur pukul 04.00 WITA. Hal ini tentu menimbulkan dampak signifikan terhadap kehidupan pribadi dan hak asasi pekerja,” beber Edi Purwanto kepada wartawan usai menyampaikan surat pengaduan ke Distransnaker Kutai Timur.

“Penggunaan jam tangan OPA melanggar privasi dan hak asasi manusia. Terutama dalam hal mengatur kehidupan pribadi karyawan di luar jam kerja. Sebab jam OPA dipakai pada saat karyawan berada di rumah. Kalau di kantor jam dilepas,” sambung warga Sangatta Utara ini.

Dia mengaku telah mengalami kerugian finansial akibat penerapan sistem ini. Sebab sejak Mei hingga sekarang dia mengaku dipulangkan dari tempat kerja karena kualitas tidur yang tercatat dalam sistem jam OPA selalu dianggap tidak mencukupi.

Selaku ayah dari bayi dan kepala keluarga, Edi Purwanto menjelaskan pola tidur tidak teratur akibat merawat bayinya di malam hari mempengaruhi hasil monitoring jam OPA, yang berdampak langsung pada penghasilannya.

“Jika anak kita yang masih bayi terbangun tengah malam, apakah kita tidak dibolehkan membantu istri mengurus anak? Tapi di sisi lain saat jam tidur saya terganggu dampaknya adalah jam tidur tidak terpenuhi dan saya tidak bisa masuk kerja,” keluhnya.

Dalam pengaduannya, Purwanto meminta Distransnaker Kutai Timur untuk melakukan investigasi terhadap kebijakan penggunaan jam tangan OPA di PT PAMA. Tujuannya agar penerapan sistem OPA dapat lebih manusiawi dengan mempertimbangkan kondisi karyawan saat berada di rumah.

Selain itu, dia juga meminta Distransnaker agar memberikan edukasi kepada perusahaan mengenai hak-hak pekerja dan keseimbangan kehidupan kerja pribadi dan menetapkan panduan jelas mengenai batas-batas monitoring pekerja yang tidak melanggar hak asasi manusia.

“Saya juga meminta agar pemerintah melalui Distransnaker memediasi antara pekerja dan perusahaan untuk menemukan solusi yang adil dan seimbang.

“Kenapa hal ini saya minta? Karena bukan hanya saya pastinya yang terdampak dengan peraturan sistem OPA ini,” tegasnya.

Ia juga menyampaikan surat pengaduan dilayangkannya tersebut juga ditembuskan kepada berbagai pihak, termasuk Presiden RI, Ketua DPR RI, Menteri Tenaga Kerja RI, Ketua Komnas HAM RI, Gubernur Kaltim dan Bupati Kutai Timur.

“Sebagai pekerja, saya sadar kekuatan saya untuk meminta keadilan sangatlah tipis dibanding oligarki. Tapi setidaknya saya berusaha untuk tetap berjuang dengan segala daya dan upaya. Prinsipnya saya berjuang apa yang saya yakini,” tegasnya.

Tripartit Tanpa Kesepakatan

Sebelumnya, Pertemuan mediasi tripartit antara manajemen PT PAMA diwakili Dept Head IT/OPA, Zainul; Ketua Serikat Pekerja (SP) PT PAMA Site KPCS, Edi Nur Cahyono; dengan karyawan Heri Irawan di  Distransnaker Kutai Timur berlangsung mulai 14.00 hingga 15.00 WITA pada Sabtu, 30 September 2025 berakhir tanpa kesepakatan.

Mediasi ini membahas soal keberatan Operator PAMA, Heri Irawan yang dikenai sanksi skorsing Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh manajemen perusahaan lantaran menolak diberlakukannya jam tangan OPA.

“Dalam pertemuan tadi, ada saran kepada manajemen untuk saya dipekerjakan kembali. Itu saja intinya. Sedangkan PAMA masih keukeuh tetap PHK dengan case ditujukan pada saya menolak jam OPA. Mereka menganggap saya menolak perintah perusahaan,” tegas Heri Irawan kepada wartawan usai mengikuti mediasi.

Heri menegaskan menolak penggunaan jam OPA terhadap karyawan karena dianggapnya sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Karena penggunaannya di luar jam kerja. Selain itu, kebijakan penggunaan jam OPA tak tercantum dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

“Tadi saya sampaikan juga bahwa pekerjaan ya pekerjaan, di rumah ya di rumah. Kalau masalah pekerjaan, saya akan taat pada aturan perusahaan, PKB, PP (Peraturan Perusahaan) dan apapun itu. Tapi ketika saya di luar, saya juga akan tunduk pada aturan undang-undang,” tegas Heri Irawan.

Jika penggunaan jam OPA itu tetap diberlakukan dan statusnya sebagai karyawan dikenai sanksi skorsing PHK, dia berencana membawa permasalahan ini ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

“Kalau saya pribadi, saya tetap mau sampai ke pengadilan. Karena saya anggap itu saya benar. Makanya saya berdiri pada pendirian saya. Lagi pula, dalam PKB sama sekali tak diatur penggunaan jam OPA. Jadi di PKB tidak ada tertulis jam OPA,” tuturnya.

“Kalau sepengetahuan saya infonya tadi saya dengar itu sudah 100 persen, tapi pada aktualnya ada beberapa orang yang masih belum pakai jam OPA. Seperti operator yang bawa alat berat. Tapi kalau operator dump truk, semua pakai,” bebernya.

Setahu dia, jam OPA diujicobakan sejak 2019. Tapi baru diterapkan 2024. “Untuk percobaan itu kalau enggak salah dari 2019. Realisasi mungkin di 2024,” ungkap Heri Irawan. (qi/ute)

Loading

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts

error: