DaerahNusantaraPolitika

Sekda Bantah Punya Kafe Kapal, Bupati Sebut Pemilik Lagi Urus Izin, 

SANGATTA, KASAKKUSUK.com – Keberadaan Kafe Kapal Nusantara di bibir pantai Teluk Lingga Sangatta Utara sempat viral lantaran diduga beroperasi tanpa mengantongi izin lengkap dari pemerintah.

Hal yang menjadi sorotan publik adanya indikasi kerusakan ekosistem mangrove. Selain itu, soal dugaan keterlibatan oknum pejabat daerah sebagai pemilik usaha kafe sehingga sekalipun beroperasi tanpa izin namun tidak ada penindakan.

Sebuah sumber media ini menyebut Kafe Kapal Nusantara milik Sekda Kutai Timur, Rizali Hadi namun dikelola seorang ASN di lingkungan Pemkab Kutai melalui keluarganya.

Menanggapi hal itu, Sekda Kutai Timur, Rizali Hadi membantah kafe kapal Nusantara miliknya.

“Itu cuma isu. Bukan saya yang miliki. Saya enggak tahu. Saya memang pernah ke sana jalan-jalan. Ya, wajarlah kita jalan-jalan ke pantai gitu. Kalau memiliki itu enggak ya, enggak ada,” timpal Sekda Rizali Hadi saat menggelar konferensi pers didampingi Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) pada Selasa siang, 2 September 2025.

Tak hanya membantah, dia juga meminta wartawan melakukan klarifikasi terkait masalah perizinan dan tata ruang ke dinas terkait untuk memperjelas dugaan yang mencuat berkaitan Kafe Kapal Nusantara.

Bupati Kutai Timur, Ardiansyah Sulaiman mengatakan, Kafe kapal Nusantara saai ini masih mengurus perizinan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kutai Timur. Hanya saja dia tidak mengetahui persis kapan pengurusan izin tersebut dimulai.

Ardiansyah juga mengaku tidak melihat adanya penebangan mangrove di lokasi tersebut.

“Di situ tinggal izinnya saja. Saya melihat enggak ada itu (penebangan mangrove). Kalau yang lain-lain saja yang mungkin melakukan. Kalau itu saya lihat enggak ada. Tapi izinnya harus segera. Itu izinnya. Urus izinnya saja,” ucap Bupati.

Namun fakta di lapangan menunjukkan hal berbeda. Kepala DPMPTSP Kutai Timur, Darsafani mengaku pihaknya belum menerima pengajuan izin usaha Kafe Kapal Nusantara.

“Belum ada konfirmasi ke PTSP. Kalau proses perizinan masuk pasti kami tahu. Tapi sampai sekarang belum ada, kami belum bisa ngomong apa-apa,” ucapnya

Namun pernyataan Kepala DPMPTSP Kutai Timur, Darsafani bertentangan dengan klaim Bupati Ardiansyah yang menyebut Kafe Kapal Nusantara sedang dalam proses pengurusan izin.

Kontradiksi informasi ini menimbulkan pertanyaan mengenai koordinasi internal pemerintah daerah.

Sedangkan Kepala Satpol PP Kutai Timur, Fata Hidayat mengungkapkan kendala kewenangan dalam penanganan kasus ini. Menurutnya, lokasi Pantai Teluk Lingga masuk dalam kewenangan provinsi karena berada di area 0-12 mil dari garis pantai.

“Karena ini di kawasan Pantai Teluk Lingga pantai, jadi kalau kemarin waktu saya di Dinas Perikanan, 0 sampai 12 mil ke tengah laut itu kewenangannya provinsi. Makanya mau dikonfirmasi ke provinsi terkait hal itu, ada izinnya masuk ke sana atau tidak,” ujar Fata.

Menurutnya, anggota Satpol PP telah melakukan pengumpulan data di lokasi, namun saat kunjungan tempat usaha dalam keadaan tutup dengan tulisan renovasi.

Dia juga mengungkapkan, personilnya sempat ditemui oknum yang diduga terkait pengelolaan kafe saat pengumpulan data.

“Kita tidak berani berasumsi, tapi memang anggota saya ditemui oleh oknum itu saat melakukan pengumpulan data di lokasi,” katanya.

Terkait sanksi, Fata menyampaikan telah memberikan peringatan lisan kepada pengelola. Prosedurnya mengikuti aturan bertahap: dua kali peringatan lisan, baru kemudian tertulis.

Sebelumnya, Kepala Dusun Pantai Teluk Lingga, Kasman menegaskan pihaknya sama sekali belum menerima permohonan izin dari pengembang cafe tersebut.

“Belum ada sama sekali yang datang minta izin ke saya. Pokoknya tanpa sepengetahuan kita, tidak ada izin. Kami juga tidak punya hak untuk melarang. Jadi seakan-akan biarpun itu ada di sana, kami tidak dilibatkan,” jelasnya.

Kasman mengaku mendengar informasi Kafe Kapal Nusantara diduga milik pejabat tinggi daerah, namun belum ada konfirmasi resmi. “Saya dengar informasi itu punyanya pejabat yang sedang berkuasa saat ini di Kutai Timur, kalau tidak salah,” ungkapnya.

Yang lebih mengkhawatirkannya, Kasman mengonfirmasi adanya pembabatan mangrove di area pembangunan kafe.

“Kalau mangrove ya kita sudah tahu kalau itu mangrove. Makanya mungkin mereka tidak mau surat-menyurat karena tidak resmi. Jika ada permasalahan, bisa dibongkar,” kata Kasman.

Untuk mencegah masalah serupa, pihak dusun telah membuat aturan tidak mengeluarkan surat untuk tanah dalam radius 150 meter dari bibir pantai. Kasman berharap pemerintah turun langsung memberikan penegasan batas kawasan mangrove.

DPRD Siap Bertindak Tegas

Merespons kontroversi ini, Ketua DPRD Kutai Timur, Jimmi menegaskan akan mendorong dinas terkait menyelesaikan persoalan tersebut, terutama terkait dugaan pembuangan limbah domestik langsung ke pantai.

“DPRD itu bukan eksekutor. Jadi DPRD hanya mendorong dinas terkait supaya bisa menyelesaikan itu,” tegas Jimmy pada Senin, 4 Agustus 2025.

Pihaknya akan berperan dalam fungsi pengawasan melalui koordinasi dengan PTSP dan dinas lingkungan. Jimmi menyebut Satpol PP sebagai penegak Perda paling bersentuhan langsung dengan lapangan.

Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Kutai Timur, Ardiansyah menunjukkan sikap lebih tegas dengan menyatakan kesediaan turun ke lapangan untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran izin kafe Kapal Nusantara dan Kafe Baco Beach.

“Ada enggak izinnya? Kalau memang tidak ada izinnya dicabut, bubarkan kan. Kalau bisa ditutup. Ditertibkan,” tegas politisi PKS ini.

Komisi C akan memasukkan kegiatan turun lapangan dalam agenda resmi setelah disepakati Banmus, dengan target sebelum 17 Agustus lalu.

“Kami siap turun. Kalau memang tidak ada izinnya kita bubarkan itu. Kenapa repot? Mau punya pejabat kah, punya siapa kah, kita tidak tahu itu. Ya jelas kalau tidak ada izinnya berarti itu kan abal-abal,” lanjut Ardiansyah.

Sementara itu, Anggota DPRD Kutai Timur dari Fraksi Golkar, Asti Mazar Bulang mengaku belum pernah mengunjungi lokasi itu.

“Saya belum pernah ke kafe kapal. Jadi saya belum mau berkomentar. Nanti kalau sudah saya ke kafe kapal saya lihat, baru kita lihat,” ujar Asti pada Rabu, 16 Juli 2025.

Meski demikian, Asti menjelaskan gambaran umum soal pengembangan wisata di kawasan pesisir tidak masalah selama tidak berdampak buruk pada lingkungan.

“Kalau untuk destinasi wisata sih sepanjang itu baik aja untuk daerah sebenarnya enggak ada masalah, tapi kalau memang dampaknya buruk kepada lingkungan dan sebagainya ya jangan,” tutur Asti.

Wajib Dokumen Lingkungan

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kaltim, Anwar Sanusi melalui Bagian Tata Kelola Lingkungan, Kamidin menjelaskan regulasi pembangunan di kawasan mangrove menyusul munculnya kasus Kafe Kapal Nusantara dan Baco Beach.

Kamidin menegaskan setiap rencana usaha kegiatan wajib memiliki dokumen lingkungan sesuai skala besarannya. Terdapat tiga kategori berdasarkan Permen LHK Nomor 4 Tahun 2021: AMDAL, UKL-UPL, dan SPPL.

“Semua rencana usaha kegiatan itu sebenarnya wajib memiliki dokumen lingkungan,” paparnya.

Untuk pembangunan yang menebang mangrove, Kamidin menjelaskan konsep kompensasi lingkungan.

“Di Balikpapan, PPU, dan Bontang, kalau menebang mangrove harus menanam kembali dua sampai tiga kali lipat dari yang ditebang. Pelaku usaha bertanggung jawab sampai tanaman tumbuh dari P0, P1, sampai P2,” ungkapnya.

Meski hanya memerlukan SPPL untuk usaha skala kecil, Kamidin menekankan pelaku usaha tetap wajib bersosialisasi dengan masyarakat setempat. “Walaupun hanya SPPL, harusnya si pelaku usaha itu koordinasi dengan RT, camat, lurah setempat. Itu wajib sosialisasi,” katanya.

Pentingnya RTRW

Kepala Bagian Hukum Pemkab Kutai Timur, Januar Bayu Irawan menekankan pentingnya kepatuhan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Setiap investor maupun masyarakat yang akan melakukan pembangunan harus mengikuti pola tata ruang yang ditetapkan.

“Ketika Perda dan kawasan ruang itu sudah ditetapkan, maka setiap investor ataupun apapun yang akan menanamkan modal di Kutai Timur, bahkan masyarakat itu harus mengikuti pola itu,” ucapnya belum lama ini.

Januar mencontohkan pentingnya kepatuhan RTRW untuk mencegah masyarakat bermukim di wilayah rawan bencana atau pembangunan keramba ikan di jalur pelayaran.

Soal Pantai Teluk Lingga, ia menyatakan perlunya kajian mendalam apakah kegiatan tersebut sesuai ketentuan RTRW. (qi/ute)

Loading

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts

error: